This entry was posted on 29 Januari 2012, in kisah sukses and tagged bisnis limbah garmen, kerajinan dari limbah garmen, limbah garmen, limbah garment, limbah kain, limbah kain batik, limbah konveksi. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar
Limbah kain sisa konveksi tidak selamanya harus berakhir di tong sampah. Tapi di tangan pasangan Abdul Wahid (31) dan Sri Wahyuni (27), limbah kain itu justru menjadi bahan dasar kerajinan aneka asesoris nan cantik.
Seperti gelang, asbak, kolong sal, gantungan kunci, dan sebagainya. Agar menghasilkan asesoris yang lebih elok, pasutri itu sengaja tidak menggunakan semua limbah kain. Tetapi, hanya fokus pada limbah kain batik saja.
“Karena kain batik coraknya lebih kaya dan bagus. Selain itu juga terlihat Indonesia banget,” kata Abdul Wahid saat ditemui di rumahnya, di Desa Paowan, Kecamatan Panarukan, Situbondo, Senin (9/1/2012).
Di luar perkiraan, usaha yang dikembangkan sejak 6 bulan lalu berkembang cukup pesat. Terbukti, asesoris yang dihasilkan kini sudah merambah pasaran kota-kota besar di Jawa dan Kalimantan. Bahkan, saat ini juga mulai diperkenalkan di pasaran Malaysia.“Karena kain batik coraknya lebih kaya dan bagus. Selain itu juga terlihat Indonesia banget,” kata Abdul Wahid saat ditemui di rumahnya, di Desa Paowan, Kecamatan Panarukan, Situbondo, Senin (9/1/2012).
“Pernah ada turis dari Australia sempat pesan. Kalau harga jualnya ke pasaran tidak mahal, hanya berkisar dari Rp 2.500 sampai Rp 25.000, tergantung jenis asesorisnya. Penjualannya pakai kemasan agar lebih menarik,” timpal Sri Wahyuni kepada detiksurabaya.com.
Pasutri itu rajin mempromosikan kerajinan produknya lewat berbagai even pameran kerajinan. Mulai dari tingkat lokal Kabupaten Situbondo, hingga ke pameran di Surabaya, Yogjakarta dan berbagai kota lain.
“Sampai sekarang ada hasil produk kami yang dipajang di EJCC (East Java Craft Center) Surabaya. Waktu pameran istri pak Gubernur Jatim juga pernah beli produk kerajinan jenis asbak,” sambung Yuni.
Usaha yang digagas pasutri dua anak itu sebenarnya berawal dari coba-coba. Mereka memunguti limbah kain batik sisa konveksi yang banyak terbuang. Keduanya lalu mengolahnya hingga menjadi aneka asesoris cantik.
Terdapat beberapa bahan kimian yang digunakan untuk membentuk asesoris produknya tersebut. Seperti recin, mil, katalis, lem, dan pembersih lantai.
“Kalau alat cetaknya sederhana, hanya dari pipa paralon,” ujar Abdul Wahid.
Meski berawal dari coba-coba, hasil usaha kerajinan tersebut kini cukup menggiurkan. Bahkan, omset tiap bulannya sudah mencapai Rp 25 juta. Padahal, modal awalnya hanya Rp 1,5 jutaan.
“Tiap harinya kami berdua mampu memproduksi 300 unit asesoris. Tapi kalau ada pesanan, kami biasanya menggunakan tenaga pekerja dari 3 sampai 5 orang agar lebih cepat,” pungkas Abdul Wahid.
Sumber : surabaya.detik.com
1 komentar:
Obat Radang Pita Suara Mengucapkan banyak terimakasih atas informasinya :)
Posting Komentar